Tuesday, December 27, 2011

Dagadu dan Tukang Becak

Hampir di semua ruas jalan di Jogja, pasti kita temukan becak-becak yang lalu-lalang ataupun parkir menanti penumpang. Selain sebagai kendaraan para wisatawan yang sedang melancong ke Jogja, becak juga masih diperlukan oleh masyarakat Jogja untuk bepergian jarak dekat. Seperti Ibu-Ibu yang hendak berbelanja ke pasar, antar-jemput anak sekolah, ataupun karyawan kantor yang ingin jalan saat istirahat tetapi malas mengeluarkan kendaraannya sendiri (hehehe..kalau yang terakhir ini sih aku banget!!!).

Selain berfungsi sebagai tukang antar-jemput, Tukang Becak atau yang aku lebih sering sebut Pak Becak juga berfungsi sebagai pemandu wisata. Cukup banyak wisatawan yang terbantu dengan panduan Pak Becak. Bagi wisatawan yang belum pernah ke Jogja, mereka tinggal bertanya kepada pak Becak "Kalau mau cari bakpia dan gudeg dimana ya pak?" atau "Bisa antar saya beli kaos Dagadu?". Maka Pak Becak akan mengantar wisatawan menuju tempat yang dimaksud.

Kondisi di atas tentu saja ditanggapi dengan cepat oleh para pelaku bisnis. Pak Becak dinilai mempunyai potensi sebagai agen promosi untuk menawarkan barang dagangan mereka. Maka terjadilah perjanjian kerja antara Pak Becak dengan para pedagang makanan dan souvenir. Dengan membawa wisatawan/pembeli ke toko mereka, maka Pak Becak akan endapatkan fee. Hal ini mendatangkan dampak positif dan negatif. Dampak positifnya tentu saja wisatawan cukup terbantu dalam mencari barang-barang yang dia inginkan, namun negatifnya belum tentu barang yang dia dapatkan itu yang asli atau berkualitas terbaik karena Pak Becak akan mengarahkan wisatawan kepada rekan bisnisnya, tidak selalu pada alamat yang seharusnya.

Misalnya saja DAGADU
. Produknya telah menjadi salah satu identitas Jogja dan dicari oleh setiap wisatawan yang datang ke Jogja. Karena terkenal dan larisnya DAGADU maka muncullah produk-produk DAGADU palsu bagaikan jamur di musim hujan. Entah itu di emperan Malioboro, pasar Beringharjo, sekitar alun-alun utara sampai Ngasem, dan di tempat-tempat wisata lainnya. Padahal DAGADU asli hanya ada di basement Malioboro Mall dan di jalan Pakuningratan. Tapi jika kita bertemu dengan Pak Becak niscaya bukan ke Malioboro Mall atau ke Pakuningratan kita akan dibawanya.

Cara Pak Becak dalam menawarkan jasanya juga cukup agresif. Coba saja anda pergi ke Malioboro Mall (dimana counter DAGADU berada). Setelah keluar dari mall, pasti anda akan diserbu oleh Pak Becak yang menawarkan jasanya. "Mau ke DAGADU mas, mbak. Atau mau Cari Bakpia Pathuk? Geplak? Monggo saya antar ke pusatnya 5000 saja," demikian kalimat penawaran standar mereka. Dan tawaran ini disampaikan pada semua orang yang keluar mall tanpa memperhatikan keadaan orang yang ditawari. Biarpun orang itu terlihat memakai jaket, membawa tentengan tas belanja dan berjalan menuju parkiran motor, tetap saja akan dikejar dengan tawrannya.

Seperti yang pernah aku alami. Suatu ketika aku dan seorang teman (yang pada saat itu sedang istirahat dari tugas jaga di GADAGU) keluar dari mall. Tanpa memperhatikan kaos DAGADU yang dikenakan temanku, Pak Becak langsung menawarkan jasanya. "Mari Mbak, mau ke DAGADU? bakpia Pathuk? 5000 saja," Kontan teman-ku emosi dan menjawab dengan bahasa JAwa yg kalau diterjemahkan kira-kira begini "Mau ke DAGADU mana? Lha wong DAGADU-nya ada di mall ini?" jawabnya. Pak Becak tidak mau kalah "ini pusatnya mbak, di Ngasem, disana banyak sekali pilihan barangnya" Dengan muka yang merah menahan marah temanku lalu menyeretku pergi sambil berkata pada Pak Becak "Pak, ga liat apa ini kaos saya DAGADU asli, jadi saya tau dimana pusat DAGADU yang ASLI, karena saya kerja di DAGADU!!!!". Dan terdiamlah Pak Becak.

Hal ini tentu saja perlu diwaspadai oleh wisatawan yang datang ke Jogja, agar lebih berhati-hati terhadap tawaran Pak Becak dan lebih banyak mempelajari tujuan wisata sebelum berwisata agar mendapatkan kepuasan yang maksimal.

Thursday, July 21, 2011

Gudeg Yogya

Yogyakarta - Masakan yang merupakan ikon Jogja, gudeg dapat ditemukan di seluruh penjuru Jogja. Ada penjual yang khusus buka pagi, ada pula yang khusus buka malam. Pendeknya, setiap saat selalu ada penjual gudeg yang buka.

Gudeg dibuat dari nangka muda (tewel atau gori dalam bahasa Jawa). Pada dasarnya, ada dua jenis gudeg, yaitu: gudeg basah dan gudeg kering. Setelah dimasak dengan arang selama berjam-jam, nangka muda ditumis lagi dengan menambahkan gula jawa, sehingga membuatnya manis. Gudeg biasanya disiram dengan santan kental yang juga manis, untuk membuatnya gurih. Ada pula yang menambahkan blondo (ampas minyak kelapa) yang membuatnya tambah manis dan tambah gurih.

Gudeg basah tidak ditumis lagi. Ada pula gudeg setengah kering yang ditumis sebentar dengan menambahkan daun singkong. Gudeg biasanya didampingi opor ayam, sambal goreng krecek, tahu/tempe bacem, telur pindang, dan krupuk rambak (krupuk kulit).

Selain beberapa pilihan di bawah ini, beberapa gudeg lain yang perlu dicoba antara lain adalah: Gudeg Bu Tjitro (salah satu yang pertama dalam me-nasional-kan gudeg), kawasan gudeg Wijilan, kawasan gudeg Kranggan, kawasan gudeg Mangkubumen (dekat Tugu), dan lain-lain.

Gudeg Pawon > Jl. Janturan 36-38, 7002080: Gudegnya disajikan langsung di dapur. Itu pun baru buka tengah malam. Para tamu langsung masuk ke dapur untuk memilih makanan yang diingini. Mereka boleh tetap berada di dapur untuk menyantapnya, tetapi boleh juga membawanya untuk disantap di teras depan rumah.

Gudeg Bu Ahmad > Selokan Mataram UGM, 520049: Gagrak gudeg mbarek yang kering dan manis.

Gudeg Yu Djum > Karangasem Mbarek CT III/22, 515968: Menyediakan gudeg Jogja versi kering yang manis dengan berbagai lauk pauk dengan nuansa warna yang sama – yaitu gurih dan manis. Gudeg jenis ini cocok dibawa pulang sebagai oleh-oleh karena dapat bertahan relatif lebih lama dibanding versi gudeg basah.

Gudeg Ceker Beringharjo > Jl. Malioboro (depan Pasar Beringharjo), buka mulai pukul 23.00 hingga subuh: Mirip gudeg ceker Margoyudan (Solo) dalam skala lebih kecil.

Gudeg Permata Yu Narti > Jl. Gajah Mada (depan Bioskop Permata), 553853: Menjajakan gudeg gagrak setengah kering dengan lauk-pauk yang juga bernuansa basah, seperti ayam opor, dan lain-lain. Kebanyakan penjual gudeg versi basah menjajakan dagangannya di malam hari hingga pagi.

Gudeg Bu Yani > Jl. KHA Dahlan 143 (depan Foto Nusa Indah), 0813 28040576 (21.00 – sampai habis): Cocok bagi mereka yang kurang suka manis dan jenis gudeg setengah kering. Sambal pete-nya sungguh tidak boleh dilewatkan.

Gudeg Adem Ayem > Jl. Jenderal Sudirman 60, 521212: Ini adalah cabang dari RM Adem Ayem di Solo, yang dikenal dengan ayam goreng dan gudegnya. Gagrak gudeg yang tidak terlalu manis, dan potongannya besar-besar.

Gudeg Manggar “Halima” > Jl. Tunjung Baru 76, Baciro, 9355758: Ini adalah jenis gudeg yang sangat khas dan semakin langka. Dibuat dari manggar (bunga kelapa), dengan citarasa gurih yang menonjol, dan tekstur yang unik.

Gudeg Manggar Bantul > Jebugan RT 5 (sebelah makam keluarga Bupati), Bantul: Bukan rumah makan, tetapi kita bisa makan di sini, langsung mengambil dari dapur. Bantul adalah tempat asal gudeg manggar. Jadi, di tempat inilah dapat ditemukan gudeg manggar at its best!

(dari Detik Food)

Saturday, January 29, 2011

Batik Trusmi Cirebon

Trusmi merupakan sebuah kampung di Cirebon yang mayoritas penduduknya sebagai pengrajin batik, sehingga sering disebut kampung batik Trusmi. Ciri khas batik cirebonan adalah motif megamendung. Warna dari batik daerah pesisir ini jiga berani. Sepertinya cocok untuk kaum muda.

Untuk menuju Trusmi tidak sulit, letaknya di pinggir kota cirebon. Dari arah jakarta atau bandung, setelah keluar tol ke arah cirebon. Tidak jauh akan dijumpai pasar dan lampu lalu lintas. Belok kiri, kurang lebih 800m sudah memasuki kampung batik. Silahkan pilih toko yang sesuai. Selamat berbelanja :)